Hakim MK Mangkir Penuhi Undangan Mediasi, Ini Alasannya
Jakarta, JNcom - Sidang mediasi Perkara nomor 722/Pdt/ G/2023/PN.JKT PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang seyogianya dihadiri oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan hakim MK lainnya yang memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023, batal dihadiri pihak hakim MK karena diketahui ada sidang putusan MK yang digelar bersamaan di kantor MK, Jakarta.
Mediator PN Jakarta Pusat, Syamsul Jahidin, S.I.Kom, SH, MM membenarkan bahwa ketidakhadiran dari para hakim MK karena ada 6 putusan yang harus dilaksanakan. "Kami sangat memahami hal tersebut karena kalaupun dipaksakan akan menimbulkan masalah baru. Ini semata-mata demi NKRI dan penyelesaian sebelum Pemilu dilaksanakan agar Pemilu nanti damai dan sentosa, ini yang diharapkan dari penggugat dan tergugat," jelasnya kepada awak media, usai menghadiri sidang mediasi lanjutan di PN Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2023).
Dalam mediasi mendatang, kuasa hukum hakim MK telah menyampaikan bahwa para penggugat akan mengkomunikasikan untuk dilakukan perdamaian. "Pada mediasi berikutnya tanggal 15 Januari 2024 merupakan agenda untuk menyerahkan proposal perdamaian dari para penggugat," ucapnya.
Ketua Umum Perkomhan, Priyanto, SH,MH yang merupakan pihak Penggugat, menjelaskan pada prinsipnya kuasa dari Anwar Usman sudah menyampaikan kepada Anwar dan hakim lainnya untuk hadir pada hari ini, tetapi karena hari ini ada putusan MK maka beliau tidak hadir. "Kami memaklumi itu. Pada prinsipnya baik dari Tergugat maupun KPU menginginkan Agar kasus ini diselesaikan dengan damai. Penggugat mengapresiasi konsep perdamaian itu jika memang itu untuk kepentingan masyarakat. Kalau tidak ada perdamaian maka ini akan berlanjut," ujarnya.
Dengan adanya mediasi yang ditunda, Kata Priyanto, tenggat waktu tersebut sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk melakukan mediasi diluar pengadilan, jika sudah ada titik temunya tinggal dibawa ke mediator. Dalam perkara ini, kata Priyanto, Poin yang ingin disampaikan dalam gugatan Perkomham adalah apakah konflik kepentingan didalam membuat keputusan merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak. Menurutnya, jangan sampai ketika kemenangan Paslon capres-cawapres Prabowo-Gibran tersebut menjadi cacat dengan adanya kasus ini.
Terkait dengan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023, Priyanto menegaskan bahwa pihaknya lebih melihat sisi penegakan hukumnya yang menimbulkan masalah dan warna politik menjadi berubah. "Kami bukan merujuk pada putusannya tetapi hakim yang membuat putusan itu. Saya tidak menyalahkan putusan itu, yang menjadi persoalan dalam memutuskan putusan itu. Jadi pada individunya," jelas Priyanto.
Ia berpendapat bahwa ketika sidang memutuskan menerima gugatan penggugat, maka ke depan hakim-hakim yang melanggar konstitusi, asas hukum dan norma hukum dalam membuat putusan bisa dimintai pertanggungjawaban. Itulah namanya pembaharuan hukum dan perlu adanya reformasi hukum. "Jangan sampai ada kesan hakim itu kebal hukum. PN harus berani membuat putusan untuk penegakan hukum yang adil," tegasnya.
Ditempat yang sama, Kuasa Hukum dari pihak KPU, Dr. Muhammad Ruliyandi, SH, MH mengatakan, dalam sidang mediasi tersebut pihak KPU menginginkan perkara tersebut dapat dilaksanakan dengan mediasi secara damai yang akan dilaksanakan kembali pada tanggal 15 Januari 2024.
"KPU dalam posisi sebagai lembaga negara yang independen dan mandiri menjalankan perundangan dan putusan pengadilan. Apa yang dipersoalkan penggugat itu menyangkut Putusan MK No. 90. Kami sebagai lembaga, tentunya sesuai dengan UU MK pasal 10, putusan No. 90 itu bersifat final dan mengikat sejak diucapkan," pungkasnya. (Red)
Komentar
Posting Komentar